Menilik Sistem Pensiun Indonesia dan Peluang Untuk Transformasi Berkelanjutan

SUMBER : https://www.cfasociety.org/indonesia/Pages/Member-Activities.aspx#

"It's a really hard problem –the hardest problem I've considered—because it's multidimensional"

Kalimat tersebut diucapkan oleh peraih hadiah Nobel ekonomi, William F. Sharpe, saat menyampaikan perhatiannya terhadap permasalahan pensiun dalam forum konferensi tahunan CFA Institute ke 67 pada tahun 2014.

Sebagai organisasi profesi investasi, CFA Institute yang memiliki misi "to lead the investment profession globally by promoting the highest standards of ethics, education, and professional excellence for the ultimate benefit of society" menyadari bahwa industri investasi sangat berperan dalam membangun kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan laporan World Economic Forum 2017 yang menyebutkan bahwa sistem pensiun yang sehat berkontribusi positif dalam membangun ekonomi yang sejahtera dan stabil, CFA Institute telah menaruh perhatian dengan mempublikasi artikel-artikel terkait pensiun dalam Financial Analyst Journal serta melalui yayasan risetnya sejak 70 tahun yang lalu, serta melaunching inisiatif leadership yang dinamai "The Future of Finance".

Dalam 2015 Global Market Sentiment Survey, para member CFA Institute ditanya tentang risiko  yang paling disepelekan namun dapat berpengaruh negatif terhadap pasar modal global dalam 5 tahun ke depan. Hasilnya 20% responden memilih dampak dari tren populasi yang menua, sedangkan 14% memilih defisit pendanaan dana pensiun serta tingkat tabungan pensiun yang rendah. Selain itu juga dilakukan riset terhadap industry trust, yang menunjukkan bahwa hampir separuh pengelola dana pensiun dengan program manfaat pasti (defined benefit) mengantisipasi harus akan mengurangi manfaat pensiun dalam sepuluh tahun ke depan namun, sebaliknya sekitar 70% peserta yakin bahwa janji manfaat pensiun dapat dibayar sesuai janji. Hal ini merupakan deferred trust deficit yang harus menjadi perhatian, terlebih dengan adanya tambahan tantangan antara lain sebagai berikut:

- Populasi yang menua akibat menurunnya tingkat kelahiran serta meningkatnya usia harapan hidup.

- Trend suku bunga yang semakin menurun, yang memunculkan pertanyaan yang signifikan mengenai strategi investasi dana pensiun yang tepat, dan di sisi lain berdampak terhadap kenaikan kewajiban sehingga menurunkan Rasio Kecukupan Dana.

- Dampak pandemi COVID-19.

- Meningkatnya utang negara secara signifikan untuk program subsidi yang di masa depan dapat berpotensi mempengaruhi kemampuan untuk membayar manfaat pensiun yang tidak didanakan dan untuk menyediakan program proteksi sosial.

- Kurangnya cakupan dan tabungan pensiun bagi para pekerja, baik akibat pasar tenaga kerja informal maupun meningkatnya "gig employment" secara signifikan yang meningkatkan employee turnover dari satu pemberi kerja ke pemberi kerja lain.

2020 Mercer CFA Institute Global Pensiun Index

Sebagai salah satu wujud komitmennya, CFA Institute juga mensponsori 2020 Mercer CFA Institute Global Pension Index yang telah dirilis pada bulan Oktober tahun 2020 lalu, berkolaborasi dengan Mercer dan Monash Centre for Financial Studies. Laporan yang merupakan rilis kedua belas ini mensurvei dan merating sistem pensiun dari 39 negara yang mencakup sekitar 2/3 populasi dunia berdasarkan tiga sub indeks yaitu  kecukupan, keberlanjutan dan integritas, serta merekomendasikan upaya untuk perbaikan di masing-masing sistem.  

Memang tidak mudah untuk membuat rating ini karena keterbatasan data serta assessment terhadap implementasi dari aturan yang ada, sehingga laporan ini mengandalkan data dan informasi yang telah dipublikasi serta aturan yang ada, terlepas dari efektivitas dan disiplin dalam implementasinya. Namun kendala tersebut tidak menghalangi upaya untuk menyajikan pelajaran, pengalaman atau gagasan yang bermanfaat bagi pengembangan dan reformasi sistem pensiun.

Dalam publikasi ini disebutkan bahwa tidak ada sistem pensiun yang sempurna yang dapat diterapkan secara universal, namun terdapat beberapa tujuan serupa yang dapat dirujuk untuk mencapai hasil yang lebih baik, sebagai berikut :

1. Aspek kecukupan

- Terdapat minimal jumlah manfaat pensiun bagi rakyat miskin yang mencerminkan persentase yang wajar terhadap rata-rata penghasilan masyarakat.

- Perbandingan antara penghasilan di masa pensiun dengan masa bekerja bagi median pekerja penuh waktu setidaknya sebesar 70%.

- Setidaknya 60% dari akumulasi tabungan pensiun tidak diambil secara sekaligus.

2. Aspek keberlanjutan

- Setidaknya 80% dari populasi pekerja menjadi peserta dana pensiun sukarela.

- Aset dana pensiun saat ini lebih besar dari 100% GDP sehingga dapat mendanai kewajiban pensiun di masa mendatang. 

- Angka partisipasi kerja bagi penduduk berusia 55 sampai dengan 64 tahun setidaknya sebesar 80%.

3. Aspek integritas

- Terdapat regulator yang kuat dan prudent yang mengawasi dana pensiun.

- Terdapat komunikasi secara berkala kepada peserta mencakup provisi personal statements, proyeksi manfaat pensiun yang akan diterima, serta laporan tahunan.

- Aturan pendanaan yang jelas baik pada dana pensiun dengan program manfaat pasti maupun iuran pasti.

Disebutkan juga bahwa untuk meningkatkan aspek kecukupan dan keberlanjutan dari sistem pensiun di seluruh dunia, diperlukan reformasi secara global antara lain dalam hal-hal sebagai berikut:

- Meningkatkan cakupan pekerja dan pekerja mandiri dalam dana pensiun sukarela.

- Memperpanjang usia pensiun.

- Mempromosikan tingkat partisipasi kerja pada populasi dengan usia yang lebih tua.

- Mendorong tingkat tabungan pribadi yang lebih tinggi untuk mengurangi ketergantungan pada dana pensiun wajib.

- Mengurangi tingkat pengambilan tabungan pensiun sebelum usia pensiun.

- Memperkenalkan ukuran untuk mengurangi gap antar gender.

- Meningkatkan tata kelola dana pensiun dan memperkenalkan transparansi yang lebih baik untuk meningkatkan kepercayaan peserta dana pensiun.

Ideal Retirement System

Berbagai model desain sistem pensiun telah diusulkan dalam berbagai literatur, namun secara umum masih terdapat kekurangan dalam hal guideline praktik terbaik. Pada tahun 2015, CFA Institute bekerja sama dengan Mercer mempublikasikan laporan berjudul Ideal Retirement System yang merupakan  kumpulan prinsip desain pensiun yang dikembangkan berdasarkan rekomendasi dari Future of Finance Advisory Council CFA Institute yang beranggotakan tokoh-tokoh industri finansial dari seluruh dunia. Publikasi ini diharapkan dapat menjadi basis debat dan diskusi awal bagi pengembangan model yang lebih baik dan implementatif.

Sepuluh prinsip Ideal Retirement System dilengkapi dengan question checklist untuk mempermudah diagnosis  dan upaya untuk mengurangi kesenjangan terhadap prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah harus menetapkan tujuan yang jelas untuk seluruh sistem pensiun, termasuk peran dari masing-masing pilar pensiun, dan mengatur penyediaan penghasilan minimum untuk pengentasan kemiskinan bagi populasi yang menua.

1. Pilar mana saja yang sudah ada? Pilar pensiun idealnya terdiri dari :

         - Pilar 0, dana pensiun wajib yang memberikan proteksi minimal

         - Pilar 1, dana pensiun wajib yang dikaitkan dengan pendapatan masa kerja

         - Pilar 2, dana pensiun swasta yang bersifat wajib dan fully funded 

         - Pilar 3, dana pensiun swasta yang bersifat sukarela dan fully funded

         - Pilar 4, dukungan finansial maupun non finansial yang berada di luar sistem pensiun

2. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dari masing-masing pilar?

3. Berapa persen dari populasi yang tercakup dalam masing-masing pilar tersebut? 

4. Siapa yang harus mengelola masing-masing pilar tersebut?

5. Dapatkah masing-masing pilar tersebut dikelola dan dioperasikan secara efektif?

6. Bagaimana tingkat pendanaan dari dana pensiun yang disponsori pemerintah?

7. Bagaimana komitmen pemerintah terhadap reformasi dan upaya untuk menjalankan sistem yang ada?

8. Apakah terdapat insentif perpajakan untuk mendorong tabungan pensiun secara sukarela?

9. Apakah terdapat peluang diversifikasi untuk investasi dana pensiun?

10. Apakah tabungan pensiun bersifat wajib atau sukarela?

2. Tingkat pendanaan minimum harus diatur dalam sistem pensiun untuk semua pekerja yang berasal dari kontribusi pengusaha, karyawan, maupun wiraswasta. Ini berarti setiap pekerja akan memiliki akun pensiun untuk masa purna bakti mereka.

1. Berapa jumlah penduduk yang sudah memiliki akun tabungan pensiun?

2. Berapa jumlah penduduk yang tercakup dalam dana pensiun dengan program manfaat pasti?

3. Untuk program iuran pasti, berapa rata-rata jumlah iurannya? Bagaimana breakdownnya berdasarkan metrics sosio ekonomi?

4. Berapa persen penduduk yang berstatus pegawai versus  pekerja mandiri?

5. Berapa persen rata-rata iuran dana pensiun dibanding pendapatan ?

6. Berapa rata-rata jumlah iuran peserta?

7. Apakah peserta akan menaikkan iuran pensiunnya apabila perusahaan menawarkan kenaikan subsidi iuran pensiun secara proporsional?

8. Berapa rata-rata pendapatan per pegawai?

9. Berapa rata-rata iuran per grup usia?

10. Berapa persen pegawai aktif mencapai iuran yang maksimal?

11. Berapa level iuran dari kaum disabled/parental/earned income (dibanding level iuran yang regular)?

12. Apa dampak pengurangan biaya dari waktu ke waktu? 

3. Terdapat default arrangement yang murah dan menarik, baik sebelum dan sesudah pensiun, bagi individu yang tidak ingin membuat keputusan atas perencanaan pensiunnya.

1. Apakah tersedia default arrangement bagi individu yang tidak ingin membuat keputusan sendiri?

2. Apabila tersedia, apa saja tipenya : Iuran? Alokasi asset?

3. Bagaimana efektivitas biaya dan tingkat partisipasi dari default arrangement tersebut?

4. Apakah tersedia pilihan investasi yang memadai bagi default arrangement?

5. Haruskah tetap diwajibkan untuk mengikuti program pensiun yang wajib apabila sudah memiliki program pensiun sukarela (opt in)?

6. Bagaimana level pengetahuan tentang investasi?

7. Berapa usia pensiun rata-rata, apakah terlalu muda atau tua?

8. Apakah default arrangement menggunakan skema fully funded atau pay as you go (tergantung dari iuran dari generasi selanjutnya)?

4. Biaya administrasi dan investasi secara keseluruhan dalam setiap pengaturan pensiun harus diungkapkan dengan kompetisi untuk mendorong biaya yang wajar.

1. Bagaimana biaya diungkapkan?

2. Bagaimana biaya dihitung? Bagaimana informasi dikomunikasikan kepada peserta?

3. Bagaimana pengaturan biaya individu dan biaya rata-rata?

4. Berapa jumlah provider, apakah memadai?

5. Seberapa fleksible peserta memilih manajer?

6. Apakah terdapat pengetahuan terhadap pengaturan biaya serta dampaknya?

7. Bagaimana biaya atas trading dan implementasi dari perubahan alokasi asset?

5. Sistem pensiun harus memiliki beberapa fleksibilitas mengingat setiap individu memiliki kondisi keuangan yang berbeda-beda. Fleksibilitas ini mencakup pengakuan bahwa pensiun dapat terjadi pada berbagai usia dan cara yang berbeda-beda.

1. Apakah terdapat opsi untuk menunda waktu pensiun?

2. Apakah terdapat penalti untuk pensiun dini (untuk kelompok usia yang berbeda)?

3. Apakah batas iuran dihitung per tahun?

4. Dapatkah peserta mengiur dalam masa disability dan melakukan penarikan jika mengalami disabilitas?

5. Apakah terdapat peluang untuk bekerja secara remote apabila terdapat perubahan dalam kemampuan untuk melakukan commuting?

6. Apakah terdapat peluang untuk bekerja paruh waktu setelah memasuki masa pensiun?

7. Berapa banyak yang bekerja pada masa purna bakti dan berapa rata-rata pendapatannya?

6. Manfaat yang diberikan dari sistem pensiun harus memiliki fokus pada pendapatan namun tetap memberikan opsi penarikan sebagian dana di awal ketika memasuki masa pensiun untuk keperluan tertentu tanpa membahayakan kesinambungan pendapatan.

1. Apakah terdapat penalti bagi penarikan lebih awal atas tabungan pensiun?

2. Apa batasan yang ada untuk melakukan penarikan lebih awal?

3. Berapa persen dana yang ditarik lebih awal?

4. Apa batasan bagi dana yang telah ditarik lebih awal?

5. Berapa yang meminjam dari tabungan?

7. Iuran pensiun yang telah dibayarkan harus memiliki immediate vesting dan portabilitas pada tingkat tertentu. Prinsip ini memastikan bahwa manfaat pensiun yang diterima peserta mencerminkan keseluruhan masa kerja yang telah dijalani, dan peserta tidak dirugikan karena berganti-ganti pekerjaan.

1. Berapa rata-rata periode vesting?

2. Berapa manfaat yang hilang akibat perpindahan pekerjaan sebelum masa vesting?

3. Apa saja perbedaan-perbedaan dalam rejim vesting yang ada?

8. Pemerintah harus memberikan insentif perpajakan bagi sistem pensiun sehingga mendorong perilaku masyarakat untuk menyisihkan penghasilan untuk masa pensiun secara sukarela.

1. Apakah terdapat perlakuan pajak yang fleksibel bagi akun-akun yang berbeda?

2. Apakah sistemnya didanakan atau pay as you go?

3. Berapa total biaya pajak bagi dana pensiun?

4. Berapa persen total sistem mengandalkan iuran dari generasi yang lebih muda?

5. Berapa persen dari iuran yang tergantung pada perlakuan pajak yang menguntungkan?

6. Apakah aturan pajak memotivasi tabungan pensiun?

9. Tata kelola dana pensiun harus independen dari kontrol pemerintah dan pemberi kerja,untuk memastikan kepentingan terbaik para peserta dana pensiun.

1. Apa standar fidusiari untuk dapat mengelola dana pensiun?

2. Bagaiman level trust terhadap system pensiun yang dikelola pemerintah?

3. Apakah pembayaran iuran pensiun telah mempertimbangkan aspek pajak atau manfaat yang akan diterima pekerja?

4. Apakah terdapat pemisahan kewajiban fidusia yang jelas antara  pengelola dan penerima manfaat dana pensiun? 

5. Bagaimana dana pensiun berkomunikasi dengan pesertanya, apakah membangun trust dan keyakinan?

6. Bagaimana level tranparansi dari dana pensiun?

7. Berapa level garansi dari dana pensiun?

8. Apakah dana pensiun dipersyaratkan untuk fully funded?

10. Sistem pensiun harus tunduk pada peraturan yang berlaku antara lain yang mengatur aspek kehati-hatian, persyaratan komunikasi dan perlindungan untuk peserta dana pensiun.

1. Bagaimana lingkungan pengaturan saat ini?

2. Siapa yang bertanggung jawab untuk mengatur masing-masing pilar pensiun dan investasi yang dipilih?

3. Berapa jumlah komplain dan tindakan/hukuman?

4. Apa yang menjadi sebab tindakan regulatori?

Sebagaimana catatan editor, setiap negara berada pada tahap yang berbeda serta menghadapi sejarah serta dinamika budaya terkait populasi yang berbeda pula. Bagi sebagian pembaca prinsip-prinsip ini sudah terdengar sangat familiar namun sebagian pembaca lainnya dapat menganggap sebagai kontroversial. Laporan OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), tahun 2019 juga menyebutkan bahwa "rejim pensiun sangat beragam dan kerap melibatkan program yang berbeda beda". Namun demikian publikasi ini dapat menjadi stimulasi bagi debat yang sehat dan produktif sebagai upaya untuk membawa kita lebih dekat kepada solusi yang memberikan manfaat untuk masyarakat.

Sistem Pensiun di Indonesia

Dalam publikasi 2020 Mercer CFA Institute Global Pension Index tahun ini, Indonesia berada di peringkat keempat di Asia serta peringkat ke-30 dari 39 negara yang disurvei, masih lebih tinggi dibandingkan Jepang, China, India, Mexico, Filipina, Turki, Argentina, dan Thailand. Indonesia berada di kategori C dan sejajar dengan Korea Selatan, Itali dan Spanyol. Kategori C ini berarti telah memiliki sistem pensiun dengan beberapa fitur yang bagus, namun juga memiliki risiko dan/atau kekurangan besar yang harus diatasi.

Di tahun ini Indonesia mendapatkan skor sebesar 51,4 dengan skor tertinggi untuk sub index integritas (68,7), diikuti oleh sub index kecukupan (45,7) dan sub index keberlanjutan (45,6). Skor ini turun dibanding tahun lalu sebesar 52,2 karena turunnya net replacement rate (perbandingan pendapatan bersih saat pensiun dengan pendapatan bersih sebelum pensiun) yang dipublikasikan oleh OECD serta penambahan usia harapan hidup yang meningkatkan longevity risk bagi system pensiun.

Sedangkan pada tahun 2018 skor Indonesia berada di level 53,1, di tahun 2017 di level 49,9 di tahun 2016 di posisi 48,3 dan tahun sebelumnya lagi di level 48,2. Secara historis Indonesia telah berhasil melakukan perubahan besar dalam sistem pensiun lewat regulasi BPJS di 2015, naik ke level C di mana sebelumnya masih berada di level D.

Dalam report tersebut disebutkan bahwa sistem pensiun di Indonesia dapat ditingkatkan antara lain

- Support pendapatan minimal bagi masyarakat miskin yang sudah tua.

- Memperluas jangkauan kepesertaan pensiun bagi karyawan dan pekerja mandiri sehingga dapat meningkatkan level tabungan serta asset pensiun.

- Meningkatkan regulasi bagi sistem pensiun sukarela.

- Meningkatkan peraturan komunikasi kepada peserta dana pensiun.

- Memperpanjang usia pensiun ,mengingat terdapat trend kenaikan usia harapan hidup.

Disarikan dari berbagai sumber, beberapa peluang peningkatan juga dapat dilakukan melalui upaya sebagai berikut :

- Memperbanyak dukungan dan perubahan kebijakan untuk mendorong kontribusi pensiun swasta serta meningkatkan fleksibilitas agar pekerja tidak dirugikan apabila berpindah pekerjaan.

- Mengurangi kebocoran tabungan pensiun sebelum masa pensiun antara lain dengan membatasi akses untuk mencairkan dana BPJS dan DPLK.

- Meningkatkan tata kelola dan transparansi untuk meningkatkan kepercayaan peserta dan masyarakat.

- Melakukan gerakan financial literacy agar masing-masing individu dapat melakukan perencanaan pensiun secara proaktif dan customized, terlebih dengan adanya trend pergeseran dari program pensiun manfaat pasti ke iuran pasti yang tidak dapat memberikan kepastian hasil investasi,

- Memperluas pasar DPLK dengan mengijinkan asset management dan sekuritas untuk mendirikan DPLK, tidak hanya asuransi jiwa dan bank,

- Tersedianya produk anuitas yang dapat diandalkan dan kompetitif,

- Meningkatkan insentif pajak untuk mendorong masyarakat untuk menambah tabungan pensiun.

- Menyederhanakan proses pendaftaran DPLK melalui digital channels.

Mengutip kalimat William F. Sharpe di atas bahwa masalah pensiun bersifat multi dimensional (dan juga lintas generasi), maka diperlukan komitmen dan kolaborasi dari seluruh pihak terkait agar sistem pensiun dan implementasi dari sistem tersebut dapat kita tingkatkan secara terintegrasi baik dari aspek kecukupan, keberlanjutan maupun integritas, sehingga  demographic bonus yang kita miliki saat ini tidak akan menjadi demographic curse di kemudian hari, di mana rasio jumlah penduduk usia produktif terhadap  penduduk usia non produktif akan semakin kecil, dan para penduduk usia pensiunnya tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menghidupi diri sendiri dalam trend usia harapan hidup yang meningkat.

Siti Rakhmawati

Direktur Investasi Dana Pensiun Telkom

(Tulisan ini disiapkan untuk kegiatan advokasi CFA Society Indonesia)